Sabtu, 18 Januari 2014

Alloh Rabbku

Kegelisahan ideologis, seperti mempertentangkan antara laki-laki dan perempuan dengan segala hak, kewajiban, dan kiprahnya juga berawal dari tidak adanya kerelaan (ridho) terhadap ketentuan-ketentuan Allah.
Nabi Saw. bersabda, “Mengecap rasanya iman orang yang rela kepada Allah sebagai Tuhan, Islam sebagai agama, dan Muhammad sebagai Rasul.” (H.R. Muslim)

(Rasa) iman adalah perasaan bahagia, tenteram, dan damai dalam kehidupan. Siapa yang tidak mendambakan perasaan itu? Orang melakukan segala cara untuk bahagia. Ada yang menempuh jalan tepat yang mengantarkannya pada kebahagiaan nyata. Tetapi, tidak sedikit yang mengambil jalan fatamorgana. Semakin banyak lagkah yang diayunkan, semakin letih dan galau, sementara kebahagiaan itu tak kunjung direguknya.

Sebagaimana saya kemukakan pada tulisan terdahulu, tingkat kenestapaan sebuah masyarakat bukanlah semata-mata karena ketiadaan harta. Betapa banyak contoh yang terpampang dalam kehidupan nyata bahwa melimpahnya harta tidaklah menjamin kebahagiaan. Sebaliknya, tidak sedikit orang berbahagia dalam keterbatasan harta.
Kehilangan rasa bahagia, rasa bermakna, dan rasa cinta telah memunculkan berbagai perilaku meyimpang dan menyakitkan bagi orang lain. Terdapat korelasi yang sangat nyata antara tindak kejahatan dan kondisi kejiwaan seseorang. Orang yang senang menyakiti orang lain biasanya adalah orang yang tidak merasakan cinta di hatinya.

Sementara itu, masyarakat materialistik mengukur tingkat kebahagian dari sisi kesejahteraan material. Nyatanya, kebahagiaan hakiki tidak kunjung mereka rasakan. Studi baru yang dipublikasikan dalam Journal of Economic Behavior & Organization meneliti 50 negara bagian di Amerika Serikt. Studi itu membuat daftar sepuluh negara teratas untuk kesejahteraan, yaitu Utah, Louisiana, Colorado, Minnesota, Wyoming, Hawaii, Arizona, Delaware, Florida, dan Nevada. Tiga dari negara-negara bagian itu juga masuk dalam sepuluh besar untuk tingkat bunuh diri dengan peringkat kelima ditempati Wyoming, Colorado di peringkat keenam, dan Utah di peringkat kesembilan. Sementara, Arizona ada di posisi ke-11 dan Florida di posisi ke-15.

“Orang yang tidak puas berada di tempat menyenangkan mungkin merasa diperlakukan kasar oleh kehidupan,” ujar Andrew Oswald dari Universitas Warwick di Inggris. Sonja Lyubomirsky, seorang profesor psikologi di University of California, Riverside, yang tidak terlibat dalam penelitian ini, sepakat bahwa tinggal di sekitar orang yang rata-rata cukup puas dengan kehidupan mereka, sementara Anda tidak, bisa membuat Anda merasa lebih menyedihkan.

Sepuluh negara dengan peringkat kesejahteraan terendah adalah Kentucky, West Virginia, Pennsylvania, Indiana, Missouri, Ohio, New York, Massachusetts, Michigan, dan Rhode Island. Survei itu mewawancarai lebih dari 350.000 orang setiap tahun. Peringkat bunuh diri didasarkan pada data mortalitas yang dilaporkan oleh Biro Sensus di tahun 2008 (dikutip dari tempo.co).

Sementara itu, hasil penelitian yang dilakukan Ericsson menyatakan bahwa 36% responden menggunakan komunikasi mobile untuk mengatasi kegundahan dan mengurangi stres. (Renald Kasali, Crakcing Zone)

Di sinilah makna penting dari arahan Rasulullah Saw. sebagaimana disebutkan. Orang yang merasakan nikmatnya keimanan dalam hidup adalah orang yang rela Allah Swt. sebagai Tuhan, Islam sebagai agama, dan Muhammad sebagai Nabi dan Rasul.
Rela Allah sebagai Rabb.
Rela Allah sebagai Tuhan adalah rasa senang dan puas dengan segala ketentuan Allah. Ada dua bentuk ketentuan Allah. Pertama ketentuan Allah yang merupakan takdir kauni atau ketentuan yang berlaku di alam semesta. Di antara keputusan semacam ini adalah yang digambarkan dalam ayat berikut.
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan kamu dari tanah, kemudian tiba-tiba kamu (menjadi) manusia yang berkembang biak. Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir. Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah menciptakan langit dan bumi dan berlain-lainan bahasamu dan warna kulitmu. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang mengetahui. Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah tidurmu di waktu malam dan siang hari dan usahamu mencari sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang mendengarkan. Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya, Dia memperlihatkan kepadamu kilat untuk (menimbulkan) ketakutan dan harapan, dan Dia menurunkan air hujan dari langit, lalu menghidupkan bumi dengan air itu sesudah matinya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang menggunakan akalnya. Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah berdirinya langit dan bumi dengan iradat-Nya. Kemudian apabila Dia memanggil kamu sekali panggil dari bumi, seketika itu (juga) kamu ke luar (dari kubur).” (Q.S. Ar-Ruum [30]: 20-25)

Terhadap semua ketentuan Allah yang berlaku di alam semesta seperti yang di dalam ayat-ayat itu disebut sebagai tanda-tanda kekuasaan-Nya, kita mau bilang apa? Mau tidak setuju? Mau melawan dan membangkang? Mau menghadirkan alam alternatif dan sistemnya?

Tidak ada yang dapat kita lakukan selian rela dan menerima. Termasuk rela dan menerima saat ketika menemukan fakta bahwa laki-laki tidak sama dengan perempuan dalam banyak hal. Dalam hal perasaan, dalam hal cara berpikir, atau dalam hal postur tubuh. Perempuan mengandung dan melahirkan sedangkan laki-laki tidak. Kita rela dan menerima dengan sebuah keyakinan, “Ya robb kami, tidaklah Engkau ciptakan semua ini sia-sia.”

Kedua, ketentuan yang merupakan takdir syar’i. Ya, aturan-aturan Allah yang dimaksudkan mengatur perilaku manusia. Yang ini bersifat pilihan dan merupakan batu ujian bagi manusia, adakah dia rela dan menerima atau benci dan menolak terhadap aturan itu. Dan seluruh takdir kauni selalu menuntut penyikapan secara syar’i yang mewujudkan dalam perilaku. Perhatikan ayat berikut.

“Yang Menciptakan mati dan hidup, untuk Menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa, Maha Pengampun.” (Q.S. Al-Mulk [67]: 2)

Kematian dan kehidupan adalah takdir kauni. Manusia tidak dapat menolak atau mempercepatnya. Yang dapat dilakukan manusia adalah memikirkan cara hidup dan cara mati. Manusia bisa hidup dengan ahsanu ‘amala (amal terbaik) dan mati diridhoi Allah.
Kita rela dan menerima segala ketentuan Allah, baik yang bersifat umum, yang tidak membeda-bedakan jenis kelamin, maupun yang berpijak pada perbedaan jenis kelamin. Karena perbedaan jenis kelamin adalah kehendak Sang Pencipta dan perbedaan beberapa ketentuan juga adalah kehendak-Nya.

“Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (istri), karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah memberikan nafkah dari hartanya. Maka perempuan-perempuan yang saleh, adalah mereka yang taat (kepada Allah) dan menjaga diri ketika (suaminya) tidak ada, karena Allah telah Menjaga (mereka)...” (Q.S. An-Nisaa [4]: 34)

Kegelisahan ideologis, seperti mempertentangkan antara laki-laki dan perempuan dengan segala hak, kewajiban, dan kiprahnya juga berawal dari tidak adanya kerelaan (ridho) terhadap ketentuan-ketentuan Allah.

Umar bin Khattab mengatakan, “Segala kebaikan ada dalam kerelaan. Jika engkau bisa, relalah. Dan, jika tidak, bersabarlah.”

Jumat, 17 Januari 2014

Bahagia Karena Membahagiakan

Rasulullah saw. bersabda, "Barangsiapa mengenyahkan satu kedukaan dunia dari seorang Mukmin maka Allah mengenyahkan kedukaan darinya pada hari kiamat. Barangsiapa memberikan kemudahan bagi orang yang kesulitan maka Allah akan memberinya kemudahan di dunia dan akhirat. Dan barangsiapa menutupi (aib) seorang Muslim maka Allah akan menutupi (aib)-Nya di dunia dan akhirat. Dan Allah senantiasa menolong hambanya selama ia menolong saudaranya." (H.R. Muslim)
Saat mensyarah (menjelaskan) hadis ini, Imam Nawawi menulis, "Ini merupakan hadis agung yang mencakup berbagai ilmu, kaidah, dan tatakrama." Dengan hadis ini kita mendapat penegasan bahwa Islam merupakan kasih sayang bagi sekalian alam (rahmatan lil-‘alamin), realistis, dan sangat peduli dan membela orang-orang lemah secara adil.

Orang-orang atheis menganggap agama sebagai  (racun). Karena dalam dugaan mereka, agama –termasuk Islam—adalah ajaran yang meninabobokan. Orang-orang yang miskin disuruh bersabar karena nanti di hari akhirat akan mendapatkan kebahagiaan. Orang yang tertindas disuruh bersabar sebab nanti di hari akhirat orang yang melakukan penindasan akan dimasukkan ke neraka. Dalam pandangan orang-orang atheis, ajaran semacam ini adalah ajaran yang membuat orang menjadi fatalis, pasrah, dan bersikap "apa yang terjadi, terjadilah".

Jika mereka mengalamatkan tuduhan itu pada Islam, jelas salah. Karena sesungguhnya Islam bukanlah agama yang menolerir kezaliman di dunia, lebih-lebih atas nama kebahagiaan di hari akhirat. Islam juga bukan agama yang menjadikan kemelaratan sebagai parameter kemuliaan, baik di dunia tidak pula di akhirat kelak. Hadis ini justru memastikan bahwa di antara kelompok manusia yang akan mendapatkan kebahagian hakiki di akhirat kelak adalah orang yang rela berbagi, siap membantu, dan punya semangat mencari solusi. Dan bukannya orang-orang yang pasrah pada keadaan, putus asa, serta tidak memiliki keberdayaan. Bukan! Dan tentu saja hadis yang sedang kita kaji ini hanyalah secuil contoh dari keindahan Islam.

Ada banyak pelajaran penting yang dapat kita serap dari hadis di atas, antara lain:

Pertama, dalam kehidupan akan senantiasa ada orang yang mengalami nestapa, duka, dan kekurangan.
"Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebahagian mereka atas sebahagian yang lain beberapa derajat, agar sebahagian mereka dapat mempergunakan sebahagian yang lain. Dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan." (Q.S. Az-Zukhruf 43: 32)

Keadaan seperti ini adalah peluang bagi orang-orang yang mendapatkan keleluasaan untuk beramal. Keadaan miskin dan kaya di mata Allah hanyalah ujian. Orang kaya dengan kekayaannya bisa masuk surga bisa pula masuk neraka. Orang miskin dengan kemiskinannya bisa masuk surga bisa pula masuk neraka.

Kedua, Islam mengakui dan menghargai kepemilikan pribadi.
Dalam hadis itu Rasulullah saw. tidak mengatakan bahwa harta orang kaya adalah otomatis milik bersama dengan orang miskin. Rasulullah saw. justru mengisyaratkan bahwa seseorang bisa berperan dengan apa yang ia miliki –termasuk hartanya. Dan kemudian karena perbuatannya itu ia mendapatkan keberuntungan dan kebahagiaan di hari akhirat.

Untuk menghormati hasil jerih payah dan kepemilikan seseorang, Islam melarang mencuri dan menghukum pencuri dengan hukuman berat. Islam juga menilai orang yang mati dalam rangka mempertahankan hak miliknya sebagai syahid. Dan adanya kewajiban zakat, anjuran infak, dan sedekah adalah nyata-nyata menegaskan bahwa Allah tidak melarang manusia mempunyai harta, yang dilarang adalah rakus, kikir, dan menjadikan dunia sebagai tujuan.

Ketiga, kewajiban untuk memberi solusi, kemudahan, dan membantu adalah kewajiban seluruh Muslim.
Namun, bagi pemimpin hal itu lebih wajib lagi. Rasulullah saw. telah memberi contoh untuk itu. Dalam sebuah hadis disebutkan,

"Seorang lelaki datang menghadap Rasulullah saw. guna mengadukan perihal kemelaratan yang dideritanya, lalu ia pulang. Maka Rasulullah saw. mengatakan kepadanya, ‘Pergilah hingga kamu mendapatkan sesuatu (untuk dijual).’ Orang itu lalu pergi dan pulang lagi (menghadap Rasulullah saw.) dengan membawa sehelai kain dan sebuah cangkir. Orang itu lalu mengatakan, ‘Ya Rasulullah, sebagian kain ini biasa digunakan keluarga saya sebagai alas dan sebagiannya lagi sebagai penutup tubuh. Sedangkan cangkir ini biasa mereka gunakan sebagai tempat minum.’ Rasulullah saw. berkata, ‘Siapa yang mau membeli keduanya dengan harga satu dirham?’ Seorang laki-laki menjawab, ‘Saya wahai Rasulullah.’ Rasulullah saw. berkata lagi, ‘Siapa yang mau membeli keduanya dengan harga lebih dari satu dirham.’ Seorang laki-laki mengatakan, ‘Aku akan membelinya dengan harga dua dirham.’ Rasulullah saw. berujar, ‘Kalau begitu kedua barang itu untuk kamu.’ Lalu Rasulullah saw. memanggil orang (yang menjual barang) itu seraya mengatakan, ‘Belilah kapak dengan satu dirham dan makanan untuk keluargamu dengan satu dirham.’ Orang itu kemudian melaksanakan perintah itu lalu datang lagi kepada Rasulullah saw. Maka Rasulullah saw. memerintahkan kepadanya, ‘Pergilah ke lembah itu, dan janganlah kamu meninggalkan ranting atau duri atau kayu bakar. Dan janganlah kamu menemuiku selama lima belas hari.’ Maka orang itu pun pergi dan mendapatkan uang sepuluh dirham. Rasulullah saw. mengatakan, ‘Pergi dan belilah makanan untuk keluargamu dengan uang lima dirham.’ Orang itu mengatakan, ‘Ya Rasulullah, Allah telah memberikan barokah dalam apa yang kauperintahkan kepadaku.’" (H.R. Al Baihaqi)

Keempat, banyak cara yang dapat dilakukan untuk meringankan beban, mengenyahkan kesulitan, dan membantu orang lain. Jangan selalu dipahami bahwa membantu harus selalu dengah harta atau hal lain yang bersifat meterial. Kata-kata yang baik dan tepat bisa menjadi solusi yang lebih jitu ketimbang harta yang disedekahkan dengan cara menyakiti. Allah swt. berfirman, "Perkataan yang baik dan pemberian maaf lebih baik dari sedekah yang diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan (perasaan si penerima). Allah Mahakaya lagi Maha Penyantun." (Q.S. Al Baqarah 2: 263)

Bahkan, ada orang yang merasa terbantu karena ada orang lain yang bersedia mendengarkannya saat dia curhat. Karenanya ada orang yang secara profesional menyiapkan diri sebagai tempat curhat.

Kelima, orang Muslim yang hebat bukanlah yang serba tahu tentang aib orang lain kemudian menyebarkannya dengan penuh suka cita. Orang yang hebat adalah orang yang mampu menjaga aib dan menutupi keburukan saudaranya. Pantang ia membicarakan keburukan saudaranya kecuali hanya untuk tujuan kemaslahatan. Betapa menyedihkannya orang yang berbahagia saat mendengar dan mengetahui keburukan dan kekurangan orang lain. Dan betapa busuknya orang yang senang melihat saudaranya jatuh martabatnya dan kehilangan keharuman namanya. Oleh karena itu, janganlah kita merasa bangga karena banyak orang yang melapor kepada kita tentang keburukan orang lain. Alih-alih bangga, kita harusnya merasa sedih. Karena jika setiap pembicaraan busuk disampaikan kepada kita, berarti kita dianggap tempat sampah. Tempat penampungan segala sesuatu yang busuk.

Keenam, kedahsyatan hari kiamat haruslah menjadi sesuatu yang kita takuti dan kemudian kita berusaha untuk melindungi diri dengan amal saleh. Allah swt. berfirman, "Hai manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu; sesungguhnya keguncangan hari kiamat itu adalah suatu kejadian yang sangat besar (dahsyat). (Ingatlah) pada hari (ketika)kamu melihat keguncangan itu, lalailah semua wanita yang menyusui anaknya dari anak yang disusuinya dan gugurlah kandungan segala wanita yang hamil, dan kamu lihat manusia dalam keadaan mabuk, padahal sebenarnya mereka tidak mabuk, akan tetapi azab Allah itu sangat keras." (Q.S. Al Hajj 1-2)

Jika kita mampu memberikan kebahagian pada saudara kita dan mengenyahkan kesulitan-kesulitannya di dunia, niscaya kita menjadi orang yang bahagia di hari akhirat. Orang yang paling bahagia adalah orang yang berhasil membahagiakan orang lain. Wallahu a’lam
  Bahagia Karena Membahagiakan

Kamis, 16 Januari 2014

Menjual Diri

MARI MENJUAL DIRI
Pernahkah Anda bertemu dengan orang yang linglung alias bingung dalam hidupnya? Dari Abu Malik Al-Asy'ari r.a. dia mengatakan bahwa Rasulullah Saw. bersabda, "Bersuci itu separuh keimanan, (ucapan) Alhamdulillah (segala puji bagi Allah) memenuhi timbangan, (ucapan) Subhanallah (Mahasuci Allah) dan Alhamdulillah memenuhi antara langit dan bumi. Shalat adalah cahaya, sedekah adalah pembuktian, sabar adalah sinar, Al-Quran adalah argumen yang mendukung atau melawanmu. Setiap manusia pergi (bergerak) lalu menjual dirinya. Ada yang memerdekakannya atau membinasakannya." (H.R. Muslim)

***

Pernahkah Anda bertemu dengan orang yang linglung alias bingung dalam hidupnya? Orang yang merasa tidak mengerti apa yang harus dia lakukan dan ke mana dia menuju dalam hidup. Orang yang merasa hampa. Orang yang merasa diri dan kehidupannya tidak punya makna. Atau, pernahkah Anda mengalaminya?

Orang yang memiliki persoalan kejiwaan seperti itu biasanya hidupnya resah dan gelisah, tidak mampu memaknai kehidupan, apalagi menjaga kehidupan. Baik kehidupan orang lain maupun kehidupan dirinya. Akibatnya, dia bisa dengan mudah menghilangkan nyawa orang lain atau mengakhiri hidupnya sendiri.

Semua pakar yang menganalisis faktor-faktor atau motivasi yang mendorong seseorang melakukan bunuh diri sepakat bahwa impitan masalah ekonomi merupakan salah satu faktor penting. Pesoalannya, benarkah hal tersebut semata-mata karena impitan ekonomi? Jika hanya itu, niscaya angka kasus bunuh diri akan melambung di negara-negara miskin. Sebaliknya, di negara-negara dengan tingkat kemajuan ekonomi yang tinggi angka itu akan kecil.

Fakta yang terjadi sebaliknya. Justru, di negara raksasa ekonomi, angka kasus bunuh diri amat tinggi. Sebuah laporan menyebutkan bahwa Korea Selatan menempati peringkat tertinggi kasus bunuh diri di dunia. Pada 2009, jumlah kasus bunuh diri di negeri ginseng itu mencapai 14.579 yang menunjukkan peningkatan 18,8 persen dari 12.270 kasus pada 2008. Ini berarti tingkat bunuh diri 2009 adalah 29,9 persen untuk setiap 100.000 orang. Total populasi Korea Selatan adalah 49 juta jiwa lebih.

Angka ini bahkan lebih tinggi dari yang dirilis dalam OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development atau Organisasi untuk Kerjasama dan Pengembangan Ekonomi) Factbook 2010. Data OECD Factbook 2010 menunjukkan 21,5 persen kasus bunuh diri dari setiap 100.000 orang. Dari data ini saja, Korea menduduki peringkat tertinggi kasus bunuh diri dari 31 negara OECD. Jepang menduduki tempat kedua dengan 19,1 persen kasus bunuh diri dari setiap 100.000 orang.
Menurut laporan kepolisian, paling banyak penyebab kasus bunuh diri adalah masalah psikologis atau psikiatris dengan 28,28 persen, diikuti masalah fisik atau penyakit dengan 21,88 persen, dan terakhir masalah ekonomi dengan 16,17 persen. (Sumber: cathnewsindonesia.com)

Contoh lebih detail dari angka-angka itu adalah Daul Kim, perempuan top model asal Korea Selatan yang kariernya terus menanjak itu justru memilih mengakhirinya dengan bunuh diri pada 20 November 2009. Dia ditemukan tewas gantung diri di apartemennya di Paris, Prancis.

Pada 18 April 2011, model Korea, Kim Yuri, juga meninggal dengan cara bunuh diri. Ketika ditemukan, tubuh model asal Korea tersebut sudah terkontaminasi racun sehingga jiwanya tidak dapat lagi ditolong meski sempat dilarikan ke rumah sakit Samsung-dong, Seoul Medical Center. Belum lama ini, media Korea melaporkan bahwa pada 27 Mei 2011, mantan anggota grup musik SG Wannabe, Chae Dong Ha memutuskan untuk mengakhiri hidup dengan menggantung dirinya di rumahnya di Bulkwang-dong. (Sumber: showbiz.vivanews.com)

Tentu saja, kasus bunuh diri kerap terjadi di berbagai negara di dunia. Namun, Korea Selatan diambil sebagai contoh karena hampir semua orang sepakat bahwa negara tersebut saat ini menjadi raksasa ekonomi. Dapat dipastikan tingkat kesejahteraan materi masyarakatnya amat baik. Namun, ternyata untuk menggapai kebahagiaan, jiwa manusia tidak terbeli oleh apa pun dan tidak bisa dijual kepada siapa pun. Jiwa kita hanya terbeli dengan harga yang amat tinggi manakala dijual kepada Allah. Hanya Allah yang dapat membayar mahal jiwa kita dan sekaligus memuliakan serta membahagiakannya. Dengan demikian, kita akan merasakan makna kehidupan dan kehidupan bermakna.

Rasulullah Saw. menyatakan dalam hadits yang disebutkan tadi bahwa setiap manusia pasti menjual dirinya. Ada yang memerdekannya atau membinasakannya. Sabda Rasul itu menegaskan bahwa setiap manusia tanpa kecuali pasti akan bergerak, bertransaksi, dan menjual diri. Apakah kemudian dia bahagia atau sengsara, bergantung kepada siapa dirinya dijual. Jika dijual kepada Allah, beruntunglah bisnisnya. Sebaliknya, jika dijual kepada selain Allah, rugilah dia dan hancurlah kehidupannya.

Jadi, berdasarkan hadits Rasul itu, dalam kamus kehidupan tidak ada orang yang diam dan tidak menjual dirinya kepada siapa pun. Tidak ada! Jika tidak dijual kepada Allah pasti dijual kepada selain Allah. Selain Allah itu bisa manusia, harta, jabatan, popularitas, atau tujuan duniawi lainnya.

Allah Swt. menghendaki dan mendorong kita (semua manusia) agar menjual diri kepada-Nya. Perhatikan firman-Nya berikut ini.

"Wahai orang-orang yang beriman! Maukah kamu Aku tunjukkan suatu perdagangan yang dapat menyelamatkan kamu dari azab yang pedih? (Yaitu) kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagi kamu jika kamu mengetahui, niscaya Allah mengampuni dosa-dosamu dan memasukkan kamu ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai dan ke tempat-tempat tinggal yang baik di dalam surga 'Adn. Itulah kemenangan yang agung. Dan (ada lagi) karunia yang lain yang kamu sukai (yaitu) pertolongan dari Allah dan kemenangan yang dekat (waktunya). Dan sampaikanlah berita gembira kepada orang-orang mukmin." (Q.S. Ash-Shaff [61]:10-13)

Bagaimana bisnis yang menguntungkan itu? Jawabannya ada dalam ayat tersebut. Ada banyak keuntungan yang pasti Allah berikan kepada orang yang menjual dirinya kepada Allah; yakni diselamatkan dari siksa yang pedih, mendapat pengampunan Allah, dimasukkan ke surga, dan pertolongan Allah serta kemenangan yang dekat.

Jelaslah dari ayat itu bahwa keuntungan yang akan Allah bayarkan kepada orang yang menjual dirinya kepada Allah bukan hanya kelak di akhirat. Akan tetapi, sebelum hari akhirat itu tiba, Allah juga pasti memberikan keuntungan kepada siapa pun yang bertransaksi dengannya, yakni pertolongan Allah dan kemenangan. Tentu saja makna pertolongan Allah dan kemenangan ini sangat luas, bisa pertolongan dan kemenangan yang dirasakan oleh komunitas (jamaah) atau oleh personal. Di antara kemenangan dan pertolongan itu bentuknya adalah rasa damai dan tenteram, rasa bermakna karena memiliki tujuan hidup yang jelas, kepastian melangkahkan kaki dalam arena kehidupan dalam situasi dan kondisi.

Dalam bertransaksi, Allah Swt. telah memberikan kepada kita jiwa (anfus) dan harta (amwal). Luar biasa! Modal untuk bertransaksi itu pun diberikan oleh Allah kepada kita. Apa bentuk transaksinya? Bentuknya adalah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya serta berjihad di jalan-Nya dengan harta dan jiwa. Jihad adalah segala upaya sungguh-sungguh untuk mengharumkan dan mencemerlangkan Islam sebagai rahmatan lil'alamin. Jihad itu membangun, memberdayakan, dan memuliakan, bukan menghancurkan dan menistakan.

Sudah begitu baik Allah kepada kita. Dia sudah memberi modal yang sangat berharga, yakni jiwa dan harta. Dia juga sudah siapkan model transaksi dan menjanjikan akan membayar dengan harga yang tidak dapat dibayar oleh pihak mana pun, yaitu surga. Jadi, tidak ada yang harus kita lakukan selain membuat produk terindah dalam hidup, yakni beriman dan berjihad di jalan Allah. Dan, bagian dari keimanan itu dirinci dalam hadits yang tengah kita bahas ini; yaitu bersuci, berzikir dengan mengucap Alhamdulillah, subhanallah, mendirikan shalat, bersedekah, sabar, dan berinteraksi dengan Al-Quran.

Jiwa dan harta kita akan habis dan hilang pada akhirnya. Jika kita tidak menjualnya kepada Allah, pasti dijual kepada selain Allah. Jadi, mari menjual diri kepada Allah, pasti kita bermakna dan bahagia di dunia serta akhirat. Wallaahu a'lam.

Mencintai Para Sahabat Nabi

MENCINTAI PARA SAHABAT NABI
Dari Abdullah bin Mas'ud (semoga Allah meridhoinya), dari Nabi Saw. bersabda, "Sebaik-baik manusia adalah generasiku, kemudian generasi berikutnya, kemudian generasi berikutnya." (Muttafaq 'alaih)

"Janganlah kalian mencaci para sahabatku. Karena, demi Dzat yang diriku berada di tangan-Nya seandainya seseorang di antara kalian menginfakkan emas sebesar gunung Uhud tidaklah akan menyamai infak sebanyak genggaman tangan mereka dan tidak pula setengahnya." (H.R. Tirmidzi dan Abu Dawud)

"Sahabat Rasulullah Saw. (semoga Allah meridhoi mereka)" dalam bahasa Arab biasa disebut dengan kata shahabatu rasulillah atau ash-shahabah saja atau ashhabu rasulillah. Ada kata lain yang juga sering digunakan untuk menyebut sahabat Nabi, yakni shahbu, seperti yang biasa kita dengar dalam kalimat shalawat wa 'alaa alihi washahbihi. Jika dalam bahasa Arab disebut ash-shahabah, maka maksudnya tidak lain adalah para sahabat Rasulullah Saw. Nah, ash-shahabah merupakan kata jamak dari ash-shahabi. Dan, ash-shahabi didefiniskan sebagai orang yang berjumpa dengan Rasulullah Saw., beriman kepadanya, dan wafat dalam keadaan iman.
Jadi, sahabat Nabi adalah generasi pertama umat Rasulullah Saw. Generasi yang hidup, beriman kepadanya, dan berjuang bersamanya. Generasi sesudah mereka, yakni kaum muslimin yang tidak berjumpa dengan Rasulullah Saw. dan hanya berjumpa dengan para sahabat disebut tabi'in. Dan, generasi sesudah itu disebut tabi'ut-tabi'in.
Generasi sahabat adalah generasi rabbani yang tiada taranya di dalam sejarah. Disebut generasi rabbani karena mereka beriman kepada Allah dan Rasul-Nya melebihi cinta mereka kepada diri dan keluarganya. Mereka menerima Islam, mengamalkannya, mendakwahkannya, dan kemudian memperjuangkannya.
Tidaklah berlebihan bila kita katakan bahwa hari-hari kita mendapatkan hidayah untuk beribadah kepada Allah adalah buah dari perjuangan dan pengorbanan para sahabat Nabi. Terutama, generasi awal yang turut serta dalam perang Badar bersama Rasulullah Saw. Tentang peran para sahabat dalam perjuangan menaburkan cahaya kebenaran dalam kehidupan, Rasulullah Saw. sendiri menyatakannya saat melantunkan doa menjelang kecamuk perang Badar tersebut. "Ya Allah, jika kelompok ini (para prajurit Badar) binasa niscaya Engkau tak lagi disembah di muka bumi," demikian lantunan doa Rasulullah.

Jika Rasulullah Saw. mengatakan, "Akan senantiasa ada sekelompok dari umatku yang menegakkan kebenaran tanpa dapat dibahayakan oleh orang yang menentang dan menistakan mereka..." maka mata rantai paling utama dari perjalanan penegakkan kebenaran itu adalah generasi pertama, yakni para sahabat Rasulullah Saw. Mereka begitu mencintai Rasulullah Saw. dan beliau pun begitu mencintai mereka. Gambaran kecintaan mereka kepada Rasulullah Saw. sulit dicari tandingannya pada generasi mana pun. Bahkan, Allah Swt. menyebut mereka sebagai khairu ummah atau umat terbaik, sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya, "Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah..." (Q.S. Ali Imran [3]: 110)

Sungguh luar biasa nilai dan keutamaan para sahabat itu. Bukan saja telah mencatatkan kejayaan dan kemuliaan bagi umat pada masanya, mereka juga hingga kini terus memberikan inspirasi dan semangat yang tidak pernah terbendung. Karena, mereka adalah generasi mukhlishin (orang-orang ikhlas) sehingga segala jejak amalnya memiliki pengaruh yang tiada terhenti. Semangat kebangkitan dari keterpurukan dan perlawanan terhadap kebatilan serta penjajahan hari ini, banyak mengambil inspirasi dari mereka.


Dapatlah dimengerti jika ada pihak-pihak yang berupaya untuk memutus komunikasi spiritual dan komunikasi sejarah antara umat hari ini dengan para sahabat Rasul. Upaya memutus komunikasi itu misalnya dengan mengatakan, "Untuk apa selalu berbicara masa lalu (para sahabat)? Masa lalu tidak akan kembali. Model kehidupan masa lalu tidak mungkin diterapkan hari ini. Adalah kebodohan untuk menjiplak perilaku orang yang hidup di masa lalu untuk diterapkan hari ini." Memang, selalu ada saja orang-orang yang khawatir bahwa semangat perjuangan Islam akan bergelora kembali zaman sekarang. Padahal, perjuangan Islam bertujuan memberdayakan, menegakkan keadilan, dan mensejahterakan manusia.

Ada lagi yang membenci, mencaci maki, menistakan, bahkan mengkafirkan para sahabat Nabi itu. Tanpa segan dan risi, para pencaci itu mengumbar kebencian dan melekatkan julukan-julukan yang mereka buat sendiri kepada orang-orang yang Rasulullah Saw. cintai itu. Dengan 'gagah berani', para pencela itu memosisikan diri (tanpa mendapat legitimasi dari siapa pun) sebagai hakim yang menghukumi orang-orang yang telah nyata-nyata berjuang bersama Rasulullah Saw.

Apa dampaknya? Jika para sumber informasi dan ilmu tentang Al-Quran dan sunnah itu 'dibantai' dengan cara dicaci dan dikafirkan, maka akan lenyaplah sejumlah sendi Islam dan tumbanglah sekian banyak hal esensial dan prinsipil dalam Islam. Karena, hadits-hadits Rasulullah Saw. memang disampaikan kepada kita melalui jalur para sahabat.

Saat Rasulullah Saw. masih hidup, tidak ada pencaci sahabat selain orang munafik. Akan tetapi, Rasulullah Saw. sudah mewanti-wanti hal itu. Itu menunjukkan bahwa Rasulullah Saw. mengetahui apa yang akan terjadi sepeninggal beliau, atas dasar wahyu tentu saja. Jika demikian, beliau juga pasti mengetahui kapasitas keimanan para sahabatnya dan tidak akan salah memilih atau menilai mereka.
Hadits pertama yang menjadi pembuka tulisan ini memuat pernyataan Rasulullah Saw. tentang generasi terbaik. Rasulullah Saw. menyebutkan bahwa peringkat pertama terbaik adalah generasi yang sezaman dengan beliau. Mereka itulah para sahabat. Peringkat kedua terbaik adalah generasi setelah sahabat, yakni generasi tabi'in. Peringkat berikutnya adalah tabi'ut-tabi'in.

Sedangkan, di hadits kedua Rasulullah Saw. melarang dengan keras mencaci atau mencela para sahabatnya. Beliau mengilustrasikan besarnya pahala perjuangan mereka tidak akan dapat dibandingkan dengan perjuangan manusia yang hidup di zaman ini. Pengorbanan kita tidak seberapa dibandingkan dengan amal para sahabat Nabi. Apalagi dibanding dengan orang yang hanya pandai mencela dan menistakan. Tentu saja masih banyak hadits-hadits lain yang memperkuat kedua hadits tersebut.
Ternyata, bukan hanya Rasulullah Saw. saja yang memuji dan mencintai para sahabat. Allah Swt. pun memberikan kesaksian, pujian, dan posisi terhormat kepada mereka dalam banyak ayat-Nya. Di antaranya:

"Sesungguhnya Allah telah menerima tobat Nabi, orang-orang muhajirin, dan orang-orang Ansar, yang mengikuti Nabi dalam masa kesulitan, setelah hati segolongan dari mereka hampir berpaling, kemudian Allah menerima tobat mereka itu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada mereka." (Q.S. At-Taubah [9]: 117)

"Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang muhajirin dan Ansar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridho kepada mereka dan mereka pun ridho kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar." (Q.S. At-Taubah [9]: 100)

"Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang kepada sesama mereka. Kamu lihat mereka rukuk dan sujud mencari karunia Allah dan keridhoan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh di antara mereka ampunan dan pahala yang besar." (Q.S. Al-Fath [48]: 29)

Ayat-ayat dan hadits-hadits tersebut merupakan contoh-contoh sanjungan dan pujian Allah serta Rasulullah Saw. kepada para sahabat secara umum. Terdapat pula pernyataaan pujian Rasulullah Saw. kepada para sahabat secara khusus, orang perorang. Sebagai contoh, pujian dan kecintaan Rasulullah Saw. kepada Aisyah, Abu Bakar Ash-Shiddiq, dan Umar bin Khattab (semoga Allah meridoi mereka) sebagaimana disebutkan dalam hadits berikut ini.

Dari 'Amer bin 'Ash (semoga Allah meridhoinya), aku berkata, "Wahai Rasulullah, siapakah yang paling engkau cintai?" Rasulullah Saw. menjawab, "Aisyah." Aku berkata lagi, "Dari laki-laki?" Beliau menjawab, "Bapaknya (Abu Bakar)." Aku bertanya lagi, "Kemudian siapa?" Rasulullah Saw. menjawab, "Umar bin Khattab." (H.R. Bukhari dan Muslim)

Dalam beberapa kesempatan, Rasulullah Saw. pun memuji beberapa sahabatnya. Ada sepuluh sahabat yang disebut khsusus sebagai calon penghuni surga, yakni Abu Bakar, Umar bin Khattab, Utsman bin 'Affan, Ali bin Abi Thalib, Zubair bin 'Awwam, Thalhah bin 'Ubaidillah, Anas bin Malik, Abdurrahman bin 'Auf, Sa'ad bin Abi Waqqash, Abu 'Ubaidah bin Al-Jarrah, dan Sa'id bin Zaid.


Tentu saja masih banyak lagi nama lain yang secara khusus dan eksplisit mendapat pujian dan kesaksian Rasulullah Saw. sebagai penghuni surga, seperti Bilal bin Rabbah, keluarga Yasir, 'Amer bin Jamuh, Ja'far bin Abi Thalib, Hasan dan Husein putra Ali, atau 'Ukkasyah.

Karena kita beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, maka Al-Quran dan Sunnah lah pegangan utama kita dalam menilai dan momosisikan para sahabat Nabi, bukan sejarah. Karena, sejarah adalah milik pengarangnya. Jika Allah Swt. ridho dan cinta kepada para sahabat demikian juga Rasulullah Saw. mencintai dan menyanjung mereka atas segala amal, perjuangan, serta pengorbanan mereka, maka mencintai mereka adalah konsekuensi dari keimanan kita kepada Allah dan Rasul-Nya. Mencintai mereka adalah ibadah kepada-Nya dan mengikuti sunnah Rasul-Nya. [Wallaahu a'lam.]

Dari Rubrik "Bedah Hadist" Majalah Percikan Iman (MAPI) April2012

Rabu, 15 Januari 2014

Seni Berdagang

Berdagang atau berjualan adalah sebuah seni, yaitu sebuah seni mengubah modal kita menjadi bertambah, sebuah seni yang membuat kehidupan didunia ini berputar, siapapun orang didunia ini pasti terlibat dalam sebuah aktifitas jual beli, baik sebagai penjual maupun pembeli.

Jika kita lihat dikehidupan nyata dari dahulu sampai saat ini, orang-orang yang sukses adalah orang yang berdagang, mereka adalah orang yang pandai melihat peluang dimana ada permintaan disana mereka menawarkan, entah barangnya berbentuk fisik atau jasa, seperti kata bob sadino “Berusaha saja, jangan banyak mikir”, jika sebagai pedagang perkataan ini dapat juga diartikan “tawarkan saja dulu, jangan banyak mikir” , sebagai orang yang berpengalaman di dunia marketing saya melihat faktor penghalang orang untuk berjualan adalah :
  • Terlalu banyak berpikir sebelum Action, berpikir logis memang perlu, menganalisa untung rugi memang penting jika kita faham ilmunya, tapi terkadang ketika kebanyakan orang menganalisa untung rugi dari suatu bisnis sebenarnya mereka sedang mencari alasan bagaimana mundur dari bisnis tersebut, hal ini muncul dari mental pesimis yang telah tertanam dalam hati.
  • Malas, ini adalah penyakit jiwa yang harus segera mungkin kita hilangkan, manfaatkan waktu kita yang ada sebaik mungkin, tujuan Allah menciptakan manusia adalah untuk beribadah, dan memenuhi nafkah diri sendiri maupun keluarga adalah sebuah ibadah, salah satu jalan untuk mencari nafkah adalah dengan berdagang, berdagang adalah merupakan sumber penghasilan yang paling baik. Hal ini sebagaimana hadits shohih berikut ini.
    Dari Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
    إن أطيب الكسب كسب التجار الذي إذا حدثوا لم يكذبوا و إذا ائتمنوا لم يخونوا و إذا وعدوا لم يخلفوا و إذا اشتروا لم يذموا و إذا باعوا لم يطروا و إذا كان عليهم لم يمطلوا و إذا كان لهم لم يعسروا).
    “Sesungguhnya sebaik-baik penghasilan ialah penghasilan para pedagang yang mana apabila berbicara tidak bohong, apabila diberi amanah tidak khianat, apabila berjanji tidak mengingkarinya, apabila membeli tidak mencela, apabila menjual tidak berlebihan (dalam menaikkan harga), apabila berhutang tidak menunda-nunda pelunasan dan apabila menagih hutang tidak memperberat orang yang sedang kesulitan.” (Diriwayatkan oleh Al-Baihaqi di dalam Syu’abul Iman, Bab Hifzhu Al-Lisan IV/221).
  • Tidak ada modal, ini adalah alasan yang banyak dikemukakan sebagian orang yang enggan berdagang, untuk memulai berdagang anda tidak perlu memikirkan bisnis orang lain yang sudah besar, ada bisnis-bisnis kecil yang bisa anda mulai dengan modal kecil dan tak mengenal musim, contohnya berjualan pulsa elektrik cukup dengan 50.000 anda sudah bisa mulai berjualan, jika anda punya 100 teman dan setiap teman anda minimal 1 bulan mengisi pulsa 3 kali, maka minimal anda akan punya penghasilan tambahan 300.000 dalam sebulan, atau berjualan produk-produk fashion dengan katalog, dengan cara ini anda tidak perlu stock barang cukup mengeluarkan modal sejumlah barang yang teman anda pesan, modal beserta untungnya akan kembali pada anda dalam hitungan hari, contoh teman anda membeli sepatu kulit wanita Zeintin  dengan harga dikatalog 195.000 maka anda cukup membayar kepada kami 117.000 + 10.000 (ongkos kirim ke palembang via First Logistics) = 127.000, dan dalam waktu 2-3 hari modal anda akan kembali + untung 68.000, nanti dalam artikel yang lain akan kami jelaskan bagaimana seni berjualan dengan katalog yang efektif.
  • Alasan lainnya bisa anda tanyakan sendiri ke dalam diri anda.
Jika kita membaca cerita para pedagang (wirausahawan) yang sukses kita akan dapat melihat bagaimana proses menuju kesuksesan tersebut adalah sebuah seni kehidupan yang indah dan unik, jika anda sudah mempunyai jiwa seorang pedagang dan sudah sering pula gagal percayalah itu adalah sebuah seni kehidupan, teruslah berusaha dan mencari peluang, tidak ada suatu usaha yang tidak ada imbalannya jika didasari dengan niat ikhlas ibadah, pantaskan diri kita untuk menerima rezeki yang lebih besar dari Allah swt.

Sabtu, 11 Januari 2014

selamat datang


Selamat Datang di Jual Murah Busana mitra grosir 
-
Jual Murah Busana Muslim hadir untuk memberikan suatu sistem bisnis yang paling mudah untuk dimulai, hampir tanpa modal dan tanpa stock barang, tetapi dengan potensi keuntungan yang besar, kami ingin memberikan kesempatan kepada semua orang untuk berbisnis.
Saat ini daya beli masyarakat Indonesia sedang meningkat, ini disebabkan semakin banyaknya golongan menengah, sangat disayangkan jika kita tidak ambil bagian sebagai pemain didalamnya, tidak hanya sebagai konsumen tapi juga sebagai penjual.
-
Produk Kami
-
Produk andalan kami adalah Merek Zeintin, Mutif, Dhikr dan Khalifa.
-
Zeintin adalah sebuah merek Exlusive yang telah diproduksi sejak 1984, yang kualitas bahan baku dan kehalusan pembuatannya telah diakui sebagai salah satu yang terbaik, dengan kualitas premium namun dengan harga setara produk regular, ZEINTIN dapat terus eksis hingga saat ini, sepatu kulit, sepatu wanita, sandal kulit, tas pria, tas wanita, sepatu olahraga dan produk fashion lainnya selalu up to date mengikuti selera pasar, sehingga ZEINTIN tetap mempunyai pelanggan setia di seluruh Indonesia.
-
Mutif, Ethica dan Al Hally adalah Merk busana Muslim yang sekarang sedang digandrungi Muslimah di Indonesia, dengan desain yang simpel dan bahan terbaik, kami yakin nantinya anda bakal mempunyai pelanggan  yang loyal, yang akan terus order, order dan order lagi.. Aamiin
-
Dhikr pada mulanya adalah kaos khusus anak yang bertema Islami dengan merk Dhikr Kids, namun sekarang sudah bertransformasi menjadi kaos bertema Islami untuk seluruh keluarga dengan merk Dhikr Clothes, kekuatan utama dari Dhikr Kids adalah terletak pada bahan kaosnya yang super lembut dan adem dan juga Sablonannya yang awet.

Bisnis yang Adil
-
Kami berusaha untuk berbisnis seadil mungkin, oleh karena itu
Transaksi dapat dibatalkan jika barang tidak sesuai harapan, dari Ibnu Mas’ud
=
Rasulullah Saw bersabda:
لاتشترواالسمكفیالماءفاءنهغرد
Jangan kamu membeli ikan dalam air, karena sesungguhnya jual beli yang demikian itu mengandung penipuan”. (Hadits Ahmad bin Hambal dan Al Baihaqi)
=
Jual beli barang yang tidak di tempat transaksi diperbolehkan dengan syarat harus diterangkan sifat-sifatnya atau ciri-cirinya. Kemudian jika barang sesuai dengan keterangan penjual, maka sahlah jual belinya. Tetapi jika tidak sesuai maka pembeli mempunyai hak khiyar, artinya boleh meneruskan atau membatalkan jual belinya. Hal ini sesuai dengan hadis Nabi Saw, dari Abu Hurairah:
-
Rasulullah Saw bersabda
منسترئشيتالميرهفلهالخيارإذاراه
“Barang siapa yang membeli sesuatu yang ia tidak melihatnya, maka ia berhak khiyar jika ia telah melihatnya”. ( Hadits Riwayat Al Daraquthni)